Tidak jauh-jauh dari tema “It’s About Usâ€, tulisan mengenai air dan masa depan ini juga tentang kita, lebih tepatnya kami, warga Kota Malang.
Untuk ukuran kota yang dikelilingi pegunungan (Gunung Bromo, Arjuno, Kawi, Semeru), kelangkaan air bersih di Kota Malang sungguh ironis. Menurut Direktur Teknik PDAM Kota Malang, sekitar enam tahun lagi Kota Malang diprediksi mengalami krisis air! Kok bisa ya?
Sudah beberapa kali kelangkaan air terjadi di Kota Malang, yang terparah pada bulan Maret 2010 lalu. Sebelas pompa PDAM mendadak mati karena terendam banjir setinggi 3 meter. Akibatnya, 70% pelanggan PDAM di Kota Malang tidak bisa menikmati air bersih. Mereka harus mengantre di sumur atau membeli air di mobil tangki keliling.
Dari fakta ini kita bisa cermati dan uraikan, mengapa di kota yang dikepung pegunungan bisa terjadi krisis air bersih?
Perlu diketahui, sumber air di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, dan Kota Batu) adalah hulu Sungai Brantas, yang menjadi tumpuan hidup sepertiga penduduk Jawa Timur. Artinya, sumber ini sangat besar debit airnya. Harusnya kota yang dikelilingi sumber air tidak mungkin mengalami krisis air kan? Warga bisa saja mengambil air di sungai atau sumur untuk memenuhi kebutuhan airnya, sehingga jika pompa PDAM rusak tidak perlu sampai terjadi kelangkaan air.
Namun kenyataan di lapangan bicara lain. Air dari sumur-sumur warga di Kota Malang sudah tidak layak konsumsi; kapasitasnya terus menurun dan warna serta baunya berubah. Air di Sungai Brantas pun sudah banyak tercemar karena limbah industri dan rumah tangga di bantaran sungai. Akibatnya, mau tak mau warga beralih menggunakan PDAM. Padahal PDAM Kota Malang saat ini juga kekurangan sumber air dan sedang berusaha mencari sumber air baru untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.
Repot ya?
Jadi jangan dikira meskipun air tidak akan habis (karena siklus H2O yang berlangsung di bumi), kelangkaan air tidak bisa terjadi. Air memang tidak bisa habis, tapi AIR BERSIH bisa berkurang drastis. Beberapa dekade yang lalu Kota Malang adalah kota yang super dingin dan hijau. Banyak terdapat hutan kota sebagai penyejuk udara dan lahan resapan air. Namun kini, hutan-hutan kota itu sudah banyak yang berubah menjadi perumahan mewah dan mal-mal megah. Wajar saja kota pegunungan ini menjadi kekurangan air karena lahan resapan berkurang. Malahan yang lebih lucu, saat musim penghujan kota di dataran tinggi ini pun terkena banjir!
Contoh konkretnya, saat ini terdapat 3 (TIGA) mal baru di Malang yang dibangun di atas lokasi yang dulunya merupakan RTH (Ruang Terbuka Hijau). Selain itu, sebuah apartemen megah juga sedang dalam proses pembangunan yang lokasinya persis di sepadan Sungai Brantas, padahal daerah itu telah dilindungi Undang-undang sebagai RTH. Yang tidak kalah menyedihkan, hutan kota APP Tanjung seluas 28,5 Ha yang dahulu merupakan paru-paru kota kini disulap menjadi perumahan mewah 🙁
Padahal Ruang Terbuka Hijau itu berfungsi sebagai lahan resapan untuk air hujan. Air hujan yang terserap ke tanah dengan baik akan meningkatkan kuantitas & kualitas air sumur, juga mencegah banjir. Namun dengan berkurangnya lahan resapan itu, tidak heran sumur warga menjadi kering/kotor dan Kota Malang pun terkena banjir.
Melihat kenyataan tersebut, prediksi krisis air 6 tahun lagi di Kota Malang bisa saja benar-benar terjadi. Masa depan Kota Malang terancam karena sumber daya air bersih yang kian menipis. Sebagai warga kota, tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain MENGHEMAT AIR dan MENJAGA KELESTARIAN MATA AIR. Sebab dalam air yang kita gunakan ini ada masa depan umat manusia.
Tulisan ini diikutsertakan pada Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA yang diselenggarakan oleh Kompas MuDA
malangQ,hikssssssssssssssssss….