Istilah ‘esoterisme agama’ kedengarannya asing, tapi ternyata hal ini banyak kita rasakan sehari-hari. Secara garis besar, ada dua aspek dalam agama yaitu EKSOTERIS dan ESOTERIS. Eksoteris berbicara mengenai tampilan fisik yang terlihat, misalnya ritual ibadah, rumah ibadah, pakaian khas, dan lambang2 religiusitas lainnya. Sedangkan aspek endoteris berbicara mengenai persoalan spiritual, kebatinan, makna dari ajaran agama itu sendiri.
Setiap bulan Ramadhan, saya selalu senang mendengarkan kajian tafsir Al-Mishbah yang dibawakan oleh Bapak Quraish Shihab di Metro TV jam 3 pagi. Dia memaknai ayat-ayat Al-Quran secara mendalam, dan lebih menekankan pada aspek spiritualnya sehingga tidak menimbulkan pertentangan. Belakangan baru saya tahu, bahwa Pak Quraish adalah salah satu ulama beraliran esoteris di Indonesia. Pantas saja, apa yang beliau ajarkan terasa memberi pencerahan di dalam hati.
Sayang sekali memang kita dapati bahwa mayoritas Muslim Indonesia baru memahami agama sebatas aspek lahiriah saja, alias eksoteris. Orang Islam itu ya pokoknya sholat, mengaji, puasa, sedekah, naik haji… Urusan mengaji tapi nggak paham maksudnya itu belakangan. Urusan puasa tapi tetap menggosip itu belakangan. Urusan naik haji tapi uang hasil korupsi itu belakangan. Yang penting di mata masyarakat terlihat ‘alim’ karena melakukan ritual ibadah tadi.
Padahal agama lahir untuk mengisi kekosongan spiritual manusia, untuk mendekatkan kita kepada Tuhan. Artinya, seseorang baru bisa dikatakan benar-benar menjalankan agamanya ketika hubungan dengan Tuhan itu baik, yang berakibat hubungan dengan sesama manusia juga baik. Jika ‘hablu minallah’ baik, otomatis ‘hablu minannaas’nya juga baik. Karena orang yang benar2 mencintai Tuhan tentu akan mencintai makhlukNya juga.
Ini juga menjawab pertanyaan mengapa banyak orang yang STMJ alias ‘sholat terus maksiat jalan’. Ya karena aspek eksoteris tadi. Orang tidak paham apa sesungguhnya maksud dan tujuan shalat. Padahal shalat itu seperti meditasi, upaya agar kita selalu ingat Tuhan sehingga dicegah dari berbuat dosa. Kalau ada orang yang shalat tapi terus menerus berbuat dosa, berarti ia tidak khusyuk dalam shalatnya. Shalat baginya hanya ritual untuk melepaskan beban kewajiban, hanya sepaket gerakan dan doa2 yang dihafal di luar kepala tanpa dimengerti maknanya, tanpa diiringi dengan fokus batin untuk mendekat kepada Yang Kuasa.
Kalau setiap orang paham benar makna dan tujuan sesungguhnya dalam agama, pastilah tidak akan ada tindakan amoral yang mengatasnamakan agama.
2 thoughts on “Renungan Ramadhan (8): Esoterisme Agama”