Rilis hasil survey KPK muncul di Kompas tanggal 29/11/2011, memampang besar2 headline “Kementerian Agama Terkorup”. Nah lho. Padahal sebagian besar pegawainya bergelar Haji, berkali-kali pergi haji, eh malah mengkorupsi dana penyelanggaran haji. Bapak, Ibu, mau ditaruh di mana mukanya? Pengetahuan agamanya buat apa? Nggak malu sama Tuhan dan sesama hambanya?
“Peringkat” Depag ini bukan baru pertama kali, ternyata tahun2 sebelumnya, bahkan sejak 2006, Depag selalu masuk daftar Kementerian negara terkorup. Perilaku pegawai pusat yang sudah membudaya ini ternyata menular juga ke institusi2 di bawah Depag, termasuk madrasah negeri.
Sudah bukan rahasia lagi kalau beberapa madrasah negeri terkenal, khususnya di Malang, memasang tarif gila-gilaan untuk biaya masuk. Memang sih madrasah-madrasah ini beda dengan madrasah “ndeso” yang biasanya mencil, reyot, dan tertinggal. Di sini madrasahnya punya gedung mewah, fasilitas lengkap, dan prestasi lumayan. Semuanya itu mungkin lalu menjadikan madrasah2 ini dapat cap “bergengsi”, sehingga mereka berani “jual mahal” dengan menaikkan “tarif”.
Sedih lho sebenarnya. Apalagi peningkatan biaya itu tidak dibarengi dengan peningkatan prestasi substansial, yaitu kualitas pengajaran dan output SDM, melainkan hanya peningkatan prestasi fisik berupa gedung dan fasilitas. Bangunannya mentereng, tapi prestasi, akhlaq, dan daya juang anak2 didiknya belum menunjukkan hasil maksimal. Jika dibandingkan dengan sekolah agama lain, misalnya sekolah Kristen, masih kalah jauh kualitas outputnya. Padahal mereka ya nggak segitu matrenya. Kalaupun mereka mahal itu wajar karena mereka sekolah swasta. Lha madrasah itu sekolah negeri lho, dapat sokongan dana dari negara.
Sebenarnya ortu ikhlas aja kok bayar mahal, asalkan jelas penggunaan anggarannya, enggak terkesan “mengada-ada”. Dan yang jelas, pengelola madrasah harus mengubah cara pandang, berhenti pada orientasi pembangunan fisik, coba untuk membangun manusia dan sistemnya. Karena output pendidikan yang baik berasal dari sistem dan SDM yang baik, bukan semata gedung yang megah. Sederhana saja. Pembinaan lomba-lomba yang berkelanjutan, pelatihan SDM guru, pembiasaan karakter baik–bukankah hal2 seperti itu yang lebih penting? Apalah artinya gedung dan fasilitas mewah, jika manusia di dalamnya tak bermoral. Jangan2, nantinya mereka hanya bisa melanjutkan tradisi korupsi para pendahulunya di Depag, bukan malah memberantasnya.
Cukup sudah kita letakkan agama cuma sebaagai hiasan dan tameng sosial. Cukup sudah pergi haji hanya demi gengsi, sholat hanya karena dilihat, baca Quran cuma untuk formalitas. Tapi kita nggak ngerti apa makna di balik semua ritual ibadah itu, kita enggak menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Padahal agama harus diaplikasikan, bukan hanya sekedar pajangan.
Moga-moga kualitas keimanan bangsa Indonesia semakin baik supaya bangsa ini tambah maju jaya sentosa.
nice writing umi, :* however, i will always love our almamater, our madrasah goin’ to be international school, dengan semboyan modern, innovative, and excellent school.. -WOW-
lama kerja di sana akhirnya kebawa juga ya laa wkwkwk
wajar bangga, tapi jangan sampe kehilangan daya kritis 😉