“Bedanya aku dengan kalian adalah kepala kalian satu tapi di dalamnya ada banyak wanita. Sedangkan kepalaku sepuluh, tapi di dalamnya hanya ada Shinta.”
Demikianlah sabda Rahwana tentang pujaan hatinya dalam gubahan “dalang galau” Sujiwo Tejo. Pementasan bertajuk “Maha Cinta Rahwana” itu sukses menyedot perhatian publik Surabaya tadi malam di Jatim Expo (19/11/2013).
Bisa dibilang, Sujiwo Tejo menyajikan epik Ramayana ini dari sudut pandang yang berbeda. Kisah cinta Rama-Shinta yang digambarkan begitu agung, “diputarbalikkan” oleh Tejo dengan menceritakannya dari sisi Rahwana–raksasa antagonis yang selama ini dianggap sebagai orang ketiga antara Rama dan Shinta. Padahal sesungguhnya, dialah yang menyimpan cinta mendalam yang tulus untuk Shinta.
Dalam 12 tahun penculikan dan penyekapan Shinta oleh Rahwana, tidak sedikitpun ia menyentuh Shinta. Justru dengan terang2an Rahwana berujar, “aku tidak akan menyentuhmu sebelum kamu jatuh cinta padaku.” Which proves how deeply he was falling to her, not only looking for physical sex relation but emotional one. Shinta pun, pada akhirnya, ketika putranya lahir berharap semoga ia memiliki mata setajam Garuda, seperti Rahwana. Jadi somehow ada jejak Rahwana yang tertinggal dalam hati Shinta. Atau bisa jadi, Shinta ini ternyata terkena “Stockholm Syndrome”, korban penculikan yang jatuh cinta pada penculiknya. Hahaha, kali aja sih.

Menurut Sujiwo Tejo, Rama menyelamatkan Shinta semata-mata karena ia adalah raja yang harus menegakkan kebenaran, bukan karena ia mencintai Shinta dan menginginkannya kembali. Dan memang terbukti, ketika sudah berhasil menyelamatkan Shinta, Rama justru bersikap dingin padanya. Dia bahkan tidak percaya akan kesucian Shinta dan menyuruhnya masuk ke dalam api untuk membuktikan bahwa dia belum disentuh Rahwana. How heartless. I mean, for a couple of spouse that has been living together for such a long time, dia bahkan tega “membakar” istrinya sendiri hanya demi membuktikan kesuciannya. Rama tidak memiliki kepercayaan terhadap ucapan istrinya, which proves he doesn’t fully entirely love her. Dan memang sih dalam versi aslinya, setelah Rama dan Shinta kembali ke kerajaan mereka, ternyata Rama masih termakan fitnah orang2 yang meragukan kesucian Shinta. Dia akhirnya membuang istrinya tsb ke hutan di mana Shinta melahirkan 2 putra Rama. Heartless.
Well…kalau dipikir2 sih, perumpamaan kisah cinta sejati seperti Rama dan Shinta itu sebenarnya kurang tepat ya kan. Sepasang suami-istri harusnya bisa saling mempercayai satu sama lain, dan punya ikatan batin yang kuat. Di sini Rama terkesan lebih mempercayai apa kata orang banyak daripada istrinya sendiri.
Dan Rahwana…well, di sini Tejo mampu memperlihatkan Rahwana sebagai “the true lover”. Raksasa berkepala sepuluh raja Alengka yang kejam itu digambarkan sisi lainnya sebagai pecinta sejati seorang Shinta. How sweet it can be. Seorang raksasa yang mencintai gadis cantik…semacam seekor Kingkong mencintai Ann Darrow.
Intinya, 3 jam pertunjukan ini asli kereeennn. Sebetulnya ini bukan drama/teater–Sujiwo Tejo menyebutnya sebagai konser perayaan 25 tahun karirnya sebagai seniman Indonesia. Semua lagu2 gubahannya ditampilkan dalam satu alur cerita dan dimainkan dengan SANGAT KEREN oleh musisi papan atas macam sinden Sruti Respati, komponis Tya Subiakto, penyanyi Eka Deli dan Anji, dll. Ditambah lagi, kehadiran seniman sekaliber Butet Kartaredjasa, Sitok Srengenge, dan Sujiwo Tejo sendiri yang tampil dalam satu panggung. I was amazed. Mungkin karena pertama kali ini juga saya lihat live performance di panggung. Sensasinya beda sama nonton film di bioskop (yaiyalah :p). Memang betul kalau orang bilang, seniman sesungguhnya itu tampil di panggung. Di sinilah your true talent akan kelihatan, tanpa sokongan2 pemanis dari layar kaca, ya kan.
Maju terus kesenian Indonesia…! 😀