Pertama kali melihat orang asing alias foreigner, apa yang terpikirkan di kepalamu? Penasaran? Takut? Waspada dengan stigma2 yang melekat pada mereka, atau justru ingin tahu lebih dekat dengan mereka? Well, setiap orang punya pandangan berbeda soal orang asing–baik itu bule Kaukasian, Latino, Mongoloid, Arab, India, Afrika, bahkan sesama ras Melayu dari negeri tetangga.
Di sini saya cuma mau sharing pendapat sedikit tentang orang asing (baca: bule Barat) selama bekerja secara profesional dengan mereka. Pendapat saya tidak perlu digeneralisasikan danย dijadikan stigma, karena setiap individu pasti punya karakter berbeda-beda. Tentu saja tidak semua bule itu serakah, oportunis, pandai bersilat lidah, dst. Kalau kamu berinteraksi dengan bule pada even lain, seperti pertukaran budaya, volunteering, dan kegiatan sosial, pasti kesannya akan berbeda. Mereka bahkan bisa lebih tulus dan segenap hati membantu kita. Tapi untuk mereka yang berurusan dengan bisnis, uang, dan reputasi profesional, ada karakteristik tertentu yang perlu dipahami.
Kebetulan perusahaan tempat saya bekerja lumayan sering bekerja sama dengan orang asing, terutama bule. Manajer pemasaran dan technical advisor adalah orang AS dan Eropa–di mana pekerjaan kami di divisi ekspor pasti melapor dan meminta ‘petunjuk’ kepada orang2 ini. Awalnya tentu saja merasa excited untuk berinteraksi dengan mereka, bertanya macam2, bertukar pendapat dsb. Dan memang sih, cara berpikir mereka lebih maju dan beberapa opini yang mereka katakan itu memang benar. Di awal2 bekerja dengan orang2 asing tsb semua ucapan mereka berasa seperti “titah dewa” yang harus dilaksanakan untuk memajukan perusahaan.
Namun ternyata, hampir 1,5 tahun berselang, terasa mulai ada yang ganjil. Mulai ada pernyataan mencla-mencle. Mulai ada sentimen ketika kami mempertanyakan perintah mereka. Dan yang terparah, mulai ada omongan ‘adu domba’ antar berbagai pihak yang terlibat dalam kepentingan bisnis. Nggak perlu diceritakan detailnya lah ya, yang jelas saya baru sadar kalau ternyata begini ya aslinya mereka. Ternyata begini ya caranya mereka bertahan menjadi “bos” selama bertahun-tahun tanpa modal dan malah terkesan “mengeruk” kekayaan perusahaan. Memang kita harus bersikap lebih kritis lagi kepada para bule ini.
Somehow, apa yang kamu dengar tentang bagaimana orang asing mengeruk kekayaan Indonesia lewat perusahaan multinasional, terasa lebih benar saat kamu mengalaminya sendiri. Ada satu karakteristik mereka yang sulit untuk tidak kita hiraukan, yaitu mental penjajah. Bagaimanapun, mereka akan selalu merasa superpower dibandingkan negara dunia ketiga. Mereka selalu menganggap bahwa cara merekalah yang terbaik, the Western way is the best. Dalamย beberapa hal memang betul, tapi ada kalanya tidak bisa digeneralisasikan. Orang Asia punya cara berbisnis sendiri. Kalau memang merasa lebih bagus hasilnya dengan cara kita sendiri, untuk apa memaksa perlu mem-Barat-kan diri?
Karakteristik lainnya adalah sulit menerima feedback. Mungkin terasa ganjil karena ‘bukannya orang Barat itu demokratis dan menerima diskusi terbuka’? Oh tidak, kenyataannya dalam hal berbisnis semua jadi lain. Masih turunan dari sifat merasa superpower, ego mereka tinggi sekali sehingga sulit menerima masukan dari kita yang dianggap tidak lebih tahu. Begitu di-counter sedikit, yang ada malah sentimen. Jadi tahu rasanya menjadi pemberontak pada masa penjajahan.
Betul kata Pak Soekarno, kita sebagai orang Indonesia harus berdikari (berdiri di atas kaki sendiri). Memang perlu kita belajar dan menjalin hubungan baik dengan mereka, tapi jangan pernah mendewakan mereka. Kuncinya apa? Kita harus bersikap tegas. Kita harus berani mengatakan tidak kalau memang itu merugikan kita. Orang Barat pada umumnya pandai berbicara, jadi perlu hati2 dengan alasan2 yang terlihat menarik, ataupun ancaman2 yang kelihatan menakutkan. Kita perlu tahu faktanya sendiri karena kita tidak mudah dibohongi. Kita bangsa Indonesia punya harga diri sendiri.
Memang layak kita acungkan jempol pada Jepang dan China. Mereka berhasil menyerap teknologi dan ilmu2 lain dari negara Barat tanpa harus tunduk di bawah mereka. China punya sikap. Dalam hal berbisnis mereka lebih tegas untuk tidak “diporoti” oleh orang asing.
Jadi begitulah kira2 opini pribadi saya. Jangan digeneralisasikan, karena ini cuma pengalaman fresh graduate bau kencur di sebuah perusahaan kecil. Feel free to discuss! ๐
bener banget miii.. gw kira gw doang yg ngadepin masalah beginian karena yang gw adepin cuma level guru, ternyata ngerasa superpower dan g bisa nerima feedback itu di semua lapisan yah.. jadi keliatan mereka sebenernya bisa kerja atau cuma implementasi teori kuliah :p
ternyata guru jg ya nyak.. brati emg klo di dunia profesional they tend to behave like that..
Sebenernya sih intinya kita kerja ga perlu mandang ras. mau orang bangsa apa juga ya sebenernya sama aja kok. Ada yg beneran pinter, pinter ngomong doang, pinter boong dll hahaha…satu-satunya yg saya sering liat agak beda itu adalah orang-orang barat cenderung lebih percaya diri klo ngomong, beda sama orang asia. Tapi sisanya sih sama aja :))
nah percaya diri saat ngomong itu krn mrk ada rasa superior…dan itu kadangkala ngefek jg ke yg lain spt jadi sulit terima feedback. ya tapi itu tadi, semua memang kembali ke individu masing2…ada kecenderungan bkn brati smua kyk gitu ๐
oh iya satu lagi …..kita sering berpikir dan terlalu disilaukan dengan kemajuan pembangunan barat hingga berpikir bahwa negara kita ini korup terlalu buruk tidak seperti Negara di Eropa dan Amerika yang maju, padahal sebetulnya tidak ada bedanya, Eropa, Amerika dan Indonesia itu sama saja….justru karena kiblat ekonom dan politikus Indonesia itu mengarah ke Eropa dan amerika maka sekarang hasilnya ya sama saja…..
selain itu pembangunan Eropa dan Amerika yang sekarang ini sumber dananya justru dari menguras kekayaan negara seperti Indonesia yang mereka sebut negara berkembang/ketiga…..
jadi aku sepakat…..kita perlu berpikir rasional dan jangan lagi mudah disilaukan dengan embel-embel bahwa semua berbau “western” itu paling baik,padahal hal itu tidak bisa menjadi jaminan
very very agree naa…!
I want to promote my village