Mungkin kamu pernah bertanya-tanya, kenapa orang lebih suka melihat sunrise di gunung dan melihat sunset di laut? Kenapa melihat matahari terbit di Bromo dan matahari terbenam di Kuta–bukan sebaliknya? Saya juga nggak tahu kenapa sih…tapi yang jelas sunrise dan sunset itu selalu menakjubkan, di manapun kita melihatnya 🙂
Dan pagi itu, kami memperoleh “spesialnya spesial”, menikmati sunrise di tepi pantai segera setelah bangun tidur. Keluar dari tenda kami sudah disambut rona kemerahan di cakrawala timur…oh God, nikmat Tuhan mana lagi yang kamu dustakan? Dan tentu saja, tidak ada yang bisa menolak keindahan matahari terbit. Meskipun sudah gak butuh vitamin D lagi, tapi cahaya matahari pagi yang hangat bikin perasaan kami jadi nyaman…walaupun rambut dan muka masih acak-acakan. 😛
Sebetulnya kami tidak memiliki agenda apapun pagi itu, karena Mas Ruji baru bisa menemani kami snorkeling dengan perahunya sehabis Zhuhur. Jadi kami memutuskan untuk berjalan2 keliling pulau saja. Kebetulan Ibu Mashur, pemilik rumah yang biasa kami tumpangi mandi, sudah berjanji untuk memasakkan sajian khas Pulau Mamburit…yaitu ikan cakalang! Wow!
Saya sendiri belum pernah makan ikan cakalang sebelumnya, cuma versi Indomie saja 😛 Awalnya saya pikir ikan ini hanya ada di Sulawesi Utara (Manado dsj), ternyata di sini juga ada. Harga ikan cakalang yang montok itu normalnya Rp 40-50 ribu per ekor, tapi di sini cuma Rp 10 ribu saja. Bu Mashur mengasapi ikan itu serta menyajikannya lengkap dengan nasi hangat dan sambal kecap…Kami menyantapnya bersama di bale-bale warung pinggir kebun. Hmmm luar biasa nikmatnya 😀
Puas santap pagi di kediaman Bu Mashur, kami diajak oleh saudara beliau (saya lupa namanya) untuk mengunjungi rumahnya. Dia menawari kami untuk menikmati kelapa muda segar yang dipetik langsung dari kebunnya…hmm siapa bisa menolak? Maka berangkatlah kami menuju kediamannya, diiringi salam sapa dari warga2 lain yang juga mengajak kami mampir ke rumahnya. Serasa artis… 🙂
Rumah saudara Bu Mashur itu termasuk bagus untuk ukuran “orang pulau”. Tembok batu-batanya sudah dicat mulus, dan bahkan setengahnya dihiasi dengan keramik mengkilat bermotif cokelat muda. Lantainya pun sudah licin berlapis porselen keramik sewarna dindingnya, dengan mebel ruang tamu yang bisa dibilang wah. Usut punya usut, ternyata meskipun dia hanya lulusan SD, kakaknya bekerja sebagai TKW.
Sebelum mulai mengambil kelapa, disajikannya tiga gelas Fanta merah kepada kami. Fanta itu tidak dingin (maklum tidak ada listrik untuk kulkas di siang hari), namun gelas kaca tinggi yang mewadahinya mencerminkan tingkat kesejahteraan si tuan rumah. Setelah mengobrol sebentar, dibawanya kami keluar menuju bale-bale di kebun…di mana sudah tersedia 3 butir kelapa hijau yang siap disantap. Segar!
Kami pun bercengkerama di bale-bale bersama para tetangga. Belum habis 3 kelapa disesap airnya, datang lagi 3 kelapa baru–lebih muda katanya. Warga Mamburit tampaknya sudah menciptakan keahlian khusus untuk memanen buah kelapa. Mereka tidak lagi memanjat pohonnya, namun menggunakan potongan kayu dan tali temali yang disusun sedemikian rupa untuk mengambil buah kelapa dari bawah pohon. Selama bercengkerama, mereka tidak bisa lepas dari bahasa Madura–meskipun juga bisa bicara bahasa Indonesia dengan logat lokal yang khas. Bagaimanapun, warga Mamburit adalah orang yang ramah, terbuka, dan murah hati. Saat kami pulang, dibawakannya 3 butir kelapa muda lagi untuk kami nikmati di tenda. Luar biasa baiknya 🙂
Tidak terasa waktu Zhuhur mulai menjelang. Mas Ruji sudah mengontak kami dan bersiap menunggu dengan perahunya di pantai dekat tenda. Kami pun segera sholat dan berganti kostum…yuhuuu perjalanan snorkeling dimulai! 😉
Siang hari itu cukup cerah, langit biru bersih dengan hiasan awan putih yang berarak sesekali. Air laut mulai menampakkan tanda-tanda pasang surut. Kami berperahu menuju tepian Pulau Kangean di mana terdapat gugusan tebing. Kebetulan kemarin kami memperoleh info dari wisatawan asing yang melewati tenda kami, bahwa di spot tersebut banyak dijumpai terumbu karang indah.
Benar saja, mendekati pantai, bayangan terumbu karang tampak jelas di bawah air laut yang jernih. Senyum gembira langsung terpasang di wajah kami. Tanpa banyak kata, kami bertiga pun segera menceburkan diri di laut. Pemandangan ini terlalu sayang untuk dilewatkan!
Spot pertama ini identik dengan terumbu karang beraneka bentuk dan warna. Cokelat, kuning keemasan, merah keunguan, dengan aneka bentuk abstrak yang menakjubkan. Belum lagi aneka biota laut yang mengelilinginya: ikan warna-warni, bintang laut dan kawan-kawannya, betul-betul memanjakan mata!
Sebagai snorkeler pemula, spot pertama ini termasuk favorit saya. Lokasinya tidak terlalu dalam (1-3 meter) dan arus laut tidak begitu kuat. Tidak perlu berenang jauh-jauh, kita sudah bisa menikmati taman laut yang luar biasa 😀 Hanya saja, perlu hati-hati karena saking dangkalnya, di beberapa titik saat berenang badan kita hampir menyentuh terumbu karang di bawahnya. Mungkin juga karena efek air laut yang mulai pasang surut menjelang sore hari. Perlu digarisbawahi, menyentuh atau menginjak terumbu karang adalah pantangan bagi para penikmat wisata bawah laut. Biota laut yang indah itu bisa saja mengandung racun yang membahayakan tubuh kita.
Sayang sekali, berhubung bukan fotografer profesional, kami hanya membawa kamera poket standar dengan waterproof case ala kadarnya. Peralatan sederhana ini ternyata belum mampu mengabadikan indahnya pemandangan bawah laut dengan sempurna. Pencahayaan dan fokus tampak tidak stabil, sehingga hasil foto kurang memuaskan. Ditambah lagi baterai yang tidak tahan lama, sehingga kami hanya mampu mengabadikan gambar di spot-spot awal saja.
Total ada sekitar 5 spot snorkeling yang kami datangi. Setelah puas di spot pertama, kami melanjutkan trip ke spot kedua dan ketiga yang terletak tidak terlalu jauh. Spot kedua tidak terlalu istimewa, dan spot ketiga berlokasi dekat spot pertama dengan karakter taman laut yang tidak jauh berbeda. Akhirnya kami pun mencoba berperahu ke spot yang lebih jauh di tengah laut.
Spot keempat dan kelima terletak persis di tengah laut. Ada semacam gugusan karang dengan ombak-ombak kecil di sekitarnya yang menjadi penanda kawasan itu. Arus cukup kuat dengan perubahan suhu yang drastis, kadang panas kadang dingin. Terasa seperti berenang bolak-balik antara air kulkas dan air heater. Untung saja kami pakai full-covered swimsuit. Spot ini kedalamannya sekitar 4-7 meter.
Di spot 4 dan 5 ini karakter taman lautnya berbeda dengan spot-spot awal. Terumbu karangnya tidak sevariatif dan sewarna-warni mereka, tetapi bersambungan membentuk semacam “gua-gua” dan “kubah-kubah” di dasar laut. “Gua-gua” dan “kubah-kubah” ini menjadi rumah bagi beraneka jenis ikan dan hewan laut di dalamnya. Berenang di atasnya kami seperti melihat “Bikini Bottom” ala SpongeBob dalam wujud nyata 😀 Simply beautiful.
Ikan2 di sini lebih banyak dan bervariasi, tergabung dalam aneka school of fish. Sebetulnya berenang di sini menyenangkan, tapi masih agak khawatir dengan arus yang (bagi saya) lumayan membuat was-was dan harus sering mengintip ke permukaan untuk melihat di mana posisi perahu. Sayang sekali kami tidak memotret sama sekali di spot ini karena baterai kamera sudah habis. Cukuplah pemandangan menakjubkan itu terekam di memori otak kami 🙂
Tak terasa matahari semakin condong ke barat. Mas Ruji sudah memanggil-manggil kami dari perahunya untuk segera naik dan kembali ke pulau. Saat kami hendak membayar ongkos sewa perahunya, Mas Ruji menolak dengan alasan dibayar sekalian esok hari saja, saat mengantar kami ke pelabuhan Batu Gulok. Namun ternyata, esok paginya dia tetap menolak pembayaran kami. Padahal bisa dibayangkan berapa harga bahan bakar di pulau pedalaman, dan berapa yang sudah dia habiskan untuk mengantarkan kami berputar-putar seharian di laut? Kami betul-betul merasa takjub dengan kebaikan hati penduduk Mamburit :’)
Menjelang senja kami berperahu kembali ke pulau Mamburit. Petualangan bawah laut hari itu sangat menyenangkan! Tidak perlu jauh-jauh ke Bunaken atau Raja Ampat, masih di Jawa Timur saja kami bisa menikmati keindahan taman laut yang menakjubkan 😀 Kami berharap semoga taman-taman laut yang tersisa di sekitar pulau Mamburit tidak mengalami nasib tragis seperti kawan-kawannya di tepi pantai yang hancur terkena bom 🙁
Ketika kami sampai di tenda, badan cukup lelah dan perut terasa sangat lapar. Perlu diketahui, tidak ada warung yang menjual makanan matang (nasi bungkus dll) di Pulau Mamburit. Satu2nya cara untuk makan adalah memasak sendiri atau menumpang makan di rumah penduduk. Kami terlalu sungkan untuk menumpang makan lagi di rumah Bu Mashur, tetapi juga terlalu lelah untuk memasak sendiri 😐 Tapi rejeki memang datang tak disangka-sangka. Pak Nurul, saudara teman saya yang menyambangi tenda kami semalam, tiba-tiba datang dan menawari kami untuk makan malam di rumahnya. Tuhan memang bersama para backpacker 😀
Rumah Pak Nurul ada di dalam kompleks SD Mamburit (SDN Kalisangka 2). Malam itu, istri beliau memasakkan kami ikan cakalang lagi, tapi dengan sambal berbeda, yaitu sambal kacang pedas yang mantap sekali! Kami makan berempat sambil menggelar tikar di pelataran halaman SD. Sesekali Kenny memainkan gitar milik Pak Nurul. Hembusan angin laut yang sejuk dan gemerisik daun di pepohonan halaman sekolah menambah damai suasana malam itu.
Saat inilah, Pak Nurul menceritakan kisah-kisahnya sebagai seorang (mantan) guru di SD Mamburit. Beliau sudah mengajar di sekolah itu selama hampir 20 tahun, hingga melewati masa pergantian 3 kepala sekolah. Selama beberapa jam dia menuturkan kepada kami curahan hati dan kekecewaannya terhadap beberapa hal yang mengganjal di sekolah itu. Dari ceritanya kami bisa mengetahui bagaimana kondisi pendidikan di pulau kecil ini. Caranya berkisah, intonasi suara, dan ekspresi wajahnya menunjukkan dengan jelas bahwa beliau adalah seorang pendidik yang idealis. Cerita dari Pak Nurul ini akan saya bahas di tulisan terpisah. Yang jelas, malam itu kami pulang ke tenda dengan tambahan pelajaran berharga. Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat luas. Pulau Mamburit, yang masih termasuk provinsi Jawa Timur, kondisi pendidikannya saja sudah seperti itu. Bagaimana dengan mereka2 yang ada di pelosok2 Indonesia? Pasti lebih memprihatinkan lagi keadaannya.
Malam itu adalah malam terakhir kami di Pulau Mamburit. Tidak banyak yang kami lakukan setelah pulang dari rumah Pak Nurul. Segera kami tertidur lelap karena kelelahan sehabis berenang. Hari kedua berlalu dengan maksimal, tapi sayangnya kami harus sudah meninggalkan pulau esok paginya 🙁
Namun begitu, cerita perjalanan ini belum selesai (baca di sini). Yang jelas, Mamburit meninggalkan kesan mendalam bagi kami. Keindahan alamnya, keramahan penduduknya, serta kisah-kisah tentangnya tidak akan pernah kami lupakan. Suatu saat kami akan kembali ke sana lagi, dengan balas budi untuk penduduk pulau yang baik hati…
:3 pengen ke sana lagi, wk wk wk
sapekeeennn sapekeeennn
saur saebus masalembu sepanjang truss sampe elek hahaha
ini…ini….sapeken saebus mantap iki…
iyo muantappp broo…duhh mupenggg…yuk ahh budalll *ngringkesi snorkel set*
silahkn dtng lg, kusambut kedtangnnya sya org pulau mamburet
Mbak seru bgttttt, boleh mnta alamat email / no hp yg bs dhub g mbak? Sy mau tny2 lebih detil lg ttg akomodasi di sana, makasih 🙂
boleh..silakan email aja yaa umi.habibah@gmail.com 🙂
silahkan berkunjung kepulau sentilku mamburet. ku sambut semuanya.
mantap terimakasih 🙂