Pada setiap rintik hujan
Di lampu merah perempatan Jalan Veteran
Terlihat sesosok pria dengan jas hujan motif cendawan
Dan gadis kecil yang berlindung di baliknya
Memeluk erat pinggangnya
Sembari menerka-nerka, ini sudah sampai mana?
Sepuluh menit sebelumnya
Gadis itu menunggu dengan gusar
Di pintu gerbang sekolahan
Sungguhlah ia lebih memilih naik angkot bersama teman-teman
Tidak perlu basah-basahan
Dan tidak malu harus pakai mantel hujan ketinggalan zaman
Tapi Bapaknya
Dengan empat putri yang selalu diantar jemput ke mana-mana
Mana tega membiarkannya pulang tanpa pengawasan?
Memori dua dekade silam
Melintas dalam pandangan yang basah karena air mata
Betapa dulu sangat ia junjung sosok pahlawannya
Satu-satunya pria dalam keluarga
Satu-satunya orang yang tak mungkin membuat kecewa
Namun Bapak juga manusia
Menginjak usia dua puluh, terbuka semua cerita
Hal-hal yang tak pernah disangkanya
Begitu berat beban yang dulu ditanggungnya
Betapa dalam rasa kecewanya
Namun semakin ia dewasa
Semakin ia mengerti, sungguh tak mudah menjadi orangtua
Begitu sulit mengambil keputusan
Begitu sakit hidup dengan penyesalan
Dan seiring waktu berjalan
Luka-luka menutup perlahan
Diapun belajar memaafkan
Pada hari ini, di usia Bapak yang ke-enam puluh
Rasa sakit berangsur sembuh
Hati yang patah kembali utuh
Dan kapal pun bersiap membuang sauh
Panjang umur selalu untukmu…
Cinta pertama dan terakhirku…