Konon katanya, tidak peduli pada usia berapapun seorang manusia meninggal dunia, ia akan terlahir kembali di surga pada usia tiga puluh tiga (Hadits Riwayat Tirmidzi, 2545). Usia di mana kondisi fisik dan mental seseorang mencapai puncaknya; usia di mana kekuatan dan kedewasaan manusia berkembang sempurna. Pada usia tiga puluh tiga, para penghuni surga ini akan hidup selamanya; menikmati segala kesenangan dalam kondisi paripurna.
Maka ketika tepat hari ini mencapai usia tiga puluh tiga, sudah sepantasnya saya merasa istimewa. Alhamdulillah, di usia ini walaupun tidak sempurna, tapi segala nikmat yang ada membuat saya bahagia. Ada suami yang sangat menyayangi istrinya, ada anak laki-laki lucu dan cerdas yang ‘bucin’ sama ibunya, ada keluarga yang selalu mendukung saya, ada teman-teman yang jadi pelipur lara.
Tentu saja masih ada mimpi-mimpi yang belum terwujud: karir yang jalan di tempat, aktualisasi diri yang belum tercapai, dan bucket list ‘receh’ lainnya macam traveling ke Jepang atau tinggal di Eropa (lagi). Namun nikmat lainnya sungguh patut disyukuri. Alhamdulillah kondisi finansial kami aman: tidak punya utang jangka panjang, ada properti dan aset yang memadai, bisa hidup dengan nyaman serta berbagi rezeki kepada orang yang membutuhkan. Kesehatan kami sekeluarga prima, tidak pernah sakit parah walaupun yahhh badan masih gendutan wkwkwk.
Beberapa bulan terakhir menjelang usia 33, saya ditampar sebuah realita. Menyadari bahwa sebagai manusia yang harusnya sudah dewasa, ternyata saya masih belum mampu sepenuhnya mengendalikan diri. Tahun ini memang saya bersikap ‘too hard on myself’, demi mencapai resolusi 2023 yaitu bisa level up di karir saya yang sudah stuck selama 7 tahun terakhir. Namun sepertinya, menjelang akhir tahun resolusi itu belum ada tanda2 tercapai. Jujur saya cukup tertekan, walaupun sebetulnya tidak ada siapapun yang menekan saya, cuma ekspektasi pribadi yang berlebihan saja sama diri sendiri :))
Ketidakpuasan dengan diri sendiri itu lantas membuat saya mempertanyakan pilihan-pilihan di masa lalu, menyesalkan beberapa keputusan yang saya pikir salah dan menghambat terwujudnya keinginan saya sekarang. Itu membuat saya makin dan makin tertekan lagi. Efeknya ternyata di luar nalar, saya melakukan hal-hal tidak terduga yang sebelumnya saya pikir tidak mungkin bisa saya lakukan. Saya terkejut dengan diri sendiri yang ternyata bisa segila dan senekat ini.
Di antara tindakan out of the box itu ada yang (alhamdulillah) bisa memicu saya menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Salah satunya saat saya (terpaksa) menerima role baru di kantor dan menyesuaikan diri dengan peran tersebut. Walaupun sampai saat ini belum 100% ikhlas menjalankannya, dan merasa sebetulnya saya bisa berkontribusi maksimal dengan role yang lebih cocok dengan capability dan passion saya, tapi tentunya pantang menolak tugas yang sudah diberikan. Saya hanya bisa berusaha dan terus berdoa semoga bisa menjalankan role ini dengan baik, dan pada saat yang tepat nanti bisa mendapat role yang betul2 saya senangi, sehingga bisa mencapai aktualisasi diri di pekerjaan saya.
Selain itu, ada pula tindakan di luar nalar yang membuat saya sesaat seperti memperoleh kepuasan pribadi, namun lama-lama ternyata menyakiti diri sendiri dan keluarga saya. Untuk yang satu ini, saya memperoleh pelajaran yang sangat berharga… dan menyadari bahwa walaupun saya mungkin tidak terlalu beruntung dalam hal karir, tapi saya sangat sangat beruntung memiliki suami dan anak yang begitu mencintai saya, apapun hal bodoh yang saya lakukan. Nampaknya saya mesti berdamai dengan kenyataan bahwa apa yang saya capai dalam hidup adalah perwujudan dari nama saya–karena nama adalah doa–seorang Ibu yang dicintai, baik oleh anaknya maupun suaminya.
Yah…kadangkala memang merasa apa saya ini terlalu serakah, terlalu ambisius, want to have it all. Saya yang terbiasa mendapatkan apapun yang saya inginkan… Makin ke sini rasanya makin banyak sekali faktor2 intangible yang membuat Law of Attraction ternyata tidak semudah itu lagi. Tapi hey… seperti lagunya Bondan Prakoso, “Ya Sudahlah”… Ada kalanya memang tidak semua mimpi bisa terwujud. Tapi kalau kita sudah berusaha mati-matian mencapainya, saya yakin tetap Tuhan akan ganti dalam perwujudan berkat yang lain… Setidaknya tidak ada penyesalan di hari tua karena membiarkan saja mimpi2 itu tanpa berusaha mewujudkannya… berhasil atau tidak… Karena proses itu yang terpenting! Soal hasil, Tuhan yang mengatur…
Di akhir tulisan refleksi ulang tahun ini, satu berkat yang saat ini sedang saya peroleh… another baby on the way…alhamdulillah 🙂 Usia kandungan jalan 4 (empat) bulan, and my son is really really excited to have a younger sibling! Doakan semoga kehamilan kedua ini lancar yaa… Menjadi anak soleh yang cemerlang seperti kakaknya, menjadi berkah bagi keluarga kami, dan khususnya menjadikan ibunya seorang pribadi yang lebih dan lebih baik lagi… Aaamiiinnn….
Welcome to thirty three 🙂
Kamu luar biasa sayang..semoga Allah memberkahi usiamu..dikabulkan segala hajat..dilancarkan proses kehamilan dan kelahirannya, jadi ibu terbaik untuk anak2 dan istri terbaik untukku..you win me and influence me a lot..