Baru bulan lalu saya menulis blog post refleksi ini, tiba2 ‘negara api menyerang’ dan semua hal yang saya kira sudah habis masanya, sudah tertutup pintunya, mendadak muncul membawa berbagai harapan dan kesempatan baru. Tepat di akhir tahun, di mana semua lembaran buku bersiap ditutup… Namun lembaran buku saya terbuka lebar dengan bab baru yang siap ditulis lagi. Hidup memang kadang2 sebercanda itu. Kita nggak akan pernah tahu apa yang menanti di balik setiap tikungan, tugas kita cuma berjalan dengan secukupnya perbekalan.
Pada bab kehidupan baru ini, saya menyadari bahwa banyak hal yang dulunya kita anggap sebagai mundane things, hal yang biasa2 saja dalam kehidupan kita (dan cenderung membosankan), ternyata adalah sebuah keistimewaan yang didambakan banyak orang. Mungkin itu yang namanya hidden privilege, keistimewaan yang tersembunyi dan tidak kita sadari, karena kita terbiasa take it for granted. Kita baru sadar bahwa hal tersebut ternyata adalah sebuah privilege, tepat saat kita kehilangannya.
Hampir 6 tahun lalu saya menganggap pekerjaan di kantor pusat dan tinggal di ibukota adalah sesuatu yang ‘hampa’. Akses mudah ke jantung peradaban, pilihan gaya hidup yang tak terbatas, exposure ke event2 dan orang2 berpengaruh dianggap bagian dari sewajarnya keseharian. Namun, manusia selalu menginginkan apa yang belum dia punya. Saya memutuskan…ingin membangun keluarga dan tinggal di kota yang lebih sederhana. Nyatanya, baru beberapa bulan pindah ke Yogyakarta (saat itu), saya sadar tampaknya saya terlalu cepat mengambil keputusan.
Tahun demi tahun berlalu, namun tinggal di kota yang kata orang nyaman dan tenang (Yogya – Semarang), ternyata tidak membuat saya senyaman itu. Tentunya saya bahagia karena berhasil menikmati impian memiliki keluarga (dengan anak laki2 super lucu: mimpi nomor satu seumur hidup), namun ada hal lain yang mengganjal di hati. Ada yang saya rindukan dari ritme kerja dan kehidupan di kota metropolitan, yang selama hampir 6 tahun ini (untungnya) tersamarkan dengan kesibukan mengasuh anak dan keluarga. Sampai pada suatu titik di mana anak saya sudah lebih mandiri dan saya bisa lebih fokus di pekerjaan… Ternyata saya masih ingin berkarya di tempat yang saya sukai. Saya seperti ‘terbangun’ dan mendapati orang2 di sekeliling saya sudah berlari ke mana2 dan saya tertinggal di belakang. Saya ingin menemukan kembali jati diri sendiri, yang bukan seorang ibu dan istri.
Pada akhirnya saat kita berserah sepenuhnya di titik terendah kita… saat itulah Tuhan memberikan tepat seperti yang kita minta, dengan versi yang tak disangka-sangka. Saya sungguh2 bersyukur bahwa Tuhan tidak menyerahkan segalanya dengan mudah, karena dalam proses itu saya bertumbuh dan terasah. Sehingga ketika menerima pemberian itu, saya berada dalam kondisi siap secara mental, dan rezeki (mudah2an) tidak berubah menjadi musibah–karena segala risiko sudah diperhitungkan.
Pun kembali saya menyadari beberapa hidden privileges yang harus dilepaskan… Seperti tinggal seatap bersama anak dan suami, kini (untuk sementara) harus berpisah kota dan bertemu seminggu sekali saja. Tabungan bulanan yang biasanya mudah terisi, kini harus betul2 disesuaikan dengan kenaikan biaya hidup di ibukota. Namun semua itu adalah risiko yang sudah jauh2 hari diperkirakan. Selama setahun belakangan segala plus minus sudah dipertimbangkan, dan ternyata untuk bisa berkembang memang banyak hal yang harus dikorbankan.
Selalu ada privilege yang harus direlakan untuk memperoleh privilege lainnya. Bukankah hidup pada akhirnya cuma soal memilih ‘penderitaan’? Mana kesusahan yang rela kita jalani untuk mendapat kenikmatan yang kita inginkan. Namun sisi baiknya saat kita menyadari privilege yang kita punya, kita akan jauh lebih mudah bersyukur…berusaha memanfaatkan privilege itu sebaik-baiknya dan tidak menyia-nyiakannya. Kita tidak akan lagi bersikap take everything for granted, karena nikmat Tuhan yang kita miliki sekarang adalah hasil perjuangan dan tidak semua orang beruntung mendapatkannya.
Choose your fight wisely 🙂 Selamat datang 2024!
(My ‘Welcoming 2023’ last year post can be read here).