Dua belas hari sudah kamu lahir ke dunia
Sejak tangisan pertama tubuhmu diangkat dari rahimku
Hatiku adalah milikmu
Pada setiap derit luka yang tertahan demi bangkit menimangmu
Pada setiap malam tanpa lelap demi bisa menyusuimu
Pada setiap gurat wajahmu yang menyimpan jejak masa lalu
Kamu perlu tahu
Bahwa kamu dicintai sejak hembusan nafas pertamamu
For every drop of my blood turns into your blood
And every drop of your tear turns into my fear
Welcome to the world my baby girl…
***
Mengalami lagi rangkaian proses hamil-melahirkan-menyusui setelah 5 tahun lebih, ternyata masih tetap “mengesankan”. Walaupun banyak hal telah berubah… Tapi prosesnya selalu berakhir sama: bersimbah darah, keringat, dan yang selalu saja mengalir tanpa diminta…air mata. Entah karena pengaruh hormon bumil busui, atau simply by nature pertaruhan nyawa antara hidup dan mati, setiap tahapannya seperti menguras emosi. Meskipun sudah pernah punya anak, menjadi ibu itu tetaplah proses pembelajaran yang nggak ada habisnya…
Namun di balik semua kesulitan yang makin menjadi, satu hal yang patut disyukuri dan membuat semuanya terasa mudah dijalani adalah dukungan keluarga, terutama suami. Lima tahun berselang, nyatanya kami tak hanya tumbuh sebagai pasangan, tapi juga sebagai orangtua. Suami yang dulu tidak terlalu terlibat dalam tetek bengek perawatan bayi, sekarang full hands-on sejak kehamilan, persalinan, sampai menyusui. Bahkan dia mengambil cuti paternity leave sampai 2 minggu untuk membantu saya di rumah selama belum dapat baby sitter. Untungnya di tempat kerjanya, laki-laki beristri punya jatah cuti “melahirkan” hingga 30 hari, progresif sekali ya…
Hal lain yang membuat saya merasa kelahiran kedua ini terasa lebih bearable, mungkin adalah “jam terbang”. Masih ingat pasca Rayhan lahir, saya tidak keluar rumah sama sekali selama satu bulan lebih… Stress berkutat dengan badan yang masih berantakan pasca operasi, keribetan merawat bayi dan ASI yang belum lancar sementara Rayhan sangat agresif menyusu. Sekarang ASI bisa lebih lancar, tidak panik dengar tangisan bayi, dan kondisi mental saya jauh lebih stabil. Hanna pun sepertinya lebih ‘anteng’ daripada kakaknya. Alhamdulillah pemulihan bekas luka operasi SC juga lebih cepat berkat dokter SPOG yang galak tapi efektif :)) sehingga saya bisa beraktivitas normal gak perlu lama2 berkubang dalam kesakitan (asli ini ngefek banget sihhh).
Setelah ini masih banyak to-do-list yang harus dilakukan karena kami sekeluarga (minus suami) akan pindah tempat tinggal dari Semarang ke Jabodetabek. Saya pun belum tenang meninggalkan pekerjaan kantor yang masih baru. Cuti tiga bulan akan berlalu dalam sekejap dan selanjutnya adalah tantangan yang sama sekali berbeda: menjadi ibu bekerja dengan dua anak kecil di kota rantau terpisah dari suami LDM :’)) Jadi alam bawah sadar saya berpikir bahwa kelahiran ini hanyalah salah satu ‘tugas’ yang harus segera ‘diselesaikan’ sebelum ‘tugas lain yang lebih besar’. Mau tak mau, saya ‘dipaksa’ untuk cepat beradaptasi karena timeline terus berjalan, dan tanggung jawab lebih berat tidak bisa menunggu.
Doakan semoga babak baru kehidupan ini berjalan dengan lancar yaa… 🙂