Tidak ada yang meragukan keindahan bunga di taman. Entah itu anggrek, mawar, krissan, lily…bunga2 itu selalu cantik, segar, dan memancarkan aroma harum. Namun musim berganti. Beberapa bunga akan layu dan mati. Tidak akan ada kuncup yang mekar, tidak ada aroma wangi yang memancar. Bunga-bunga tidak tahan hidup pada musim dingin. Kelopak mereka terlalu halus untuk tersengat hawa beku. Tangkai mereka terlalu rapuh untuk diterjang badai salju.
Ketika tukang kebun lalai menyiram, bunga-bunga panik. Akar mereka begitu pendek dan halus, sulit menjangkau air yang terlalu dalam. Mereka kehausan, mereka selalu butuh diberi minum. Ketika ulat-ulat datang, mereka kebingungan. Daun-daun mereka yang hijau mulus berlubang digerogoti. Tanpa tukang kebun yang menyemprot anti-hama, mereka sangat menderita.
Bunga-bunga yang indah selalu punya lingkungan mereka sendiri. Di dataran tinggi, dataran rendah, atau pegunungan. Mereka hidup di suhu tertentu, kelembapan tertentu, jenis tanah tertentu. Sedikit saja ada yang berubah, mereka tidak bisa menyesuaikan diri. Mereka akan layu dan mati.
Namun rumput liar berbeda. Mereka bisa hidup di mana saja dan kapan saja. Gunung, dataran, pantai. Winter, summer, spring. Musim hujan atau musim kering. Rumput liar selalu ada! Tumbuh dan terus tumbuh. Tak pernah mati biarpun diinjak berulang kali. Tak pernah goyah biarpun musim berubah.
Rumput liar tak perlu disiram, dipupuk, dan disemprot anti-hama. Mereka punya akar yang sangat panjang dan kuat. Cukup panjang untuk menusuk air di dasar tanah. Cukup kuat untuk mempertahankan diri ketika kau mencabutnya.
Rumput liar tidak pernah dimuliakan, disanjung, diberi pot kehormatan. Namun dia terus hidup. Dia hidup karena dirinya sendiri. Betapapun kau memandangnya tidak berharga, dia tidak peduli. Dia tidak akan mati.
Dan aku pun akan menjadi rumput liar yang tangguh, tak peduli betapa sering kau menginjakku.
*Tulisan ini terinspirasi Yamazaki Tanpopo (Imadoki)*