Mendengarkan ceramah Pak Quraish Shihab sungguh menyejukkan. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada bulan Ramadhan beliau hadir di Metro TV dalam program “Tafsir Al-Misbah”, menemani sahur pemirsa mulai pukul 03.00 sampai 04.00.
Ayah saya sangat suka mendengarkan ceramah beliau, sehingga kami sekeluarga pun saat sahur memilih untuk menonton tayangan tersebut, daripada tayangan lain yang kebanyakan berbau komedi gak jelas. Pak Quraish menafsirkan Al-Quran seolah-olah ia adalah buku dongeng, dengan beratus ceritera penuh makna yang ingin disampaikan bagi siapapun yang mau mendengar. Beliau banyak menggunakan analogi sederhana dalam menjelaskan konsep ke-Tuhan-an, membuat kita yang orang awam lebih mudah untuk memahaminya.
Pagi tadi beliau membahas surat Al-An’am ayat 60-64. Ada audiens yang bertanya tentang shalat yang khusyuk. Apakah khusyuk dalam shalat itu berarti tidak memikirkan apa-apa sama sekali?
Menurut beliau, khusyuk itu banyak tingkatannya. Kita sebagai manusia perlu tahapan-tahapan untuk mencapai puncak kekhusyukan itu. Beliau menganalogikan, Allah yang mengajak kita untuk sholat seperti seseorang yang mengirimkan undangan pameran lukisan kepada kita.
Ada orang yang begitu melihat undangannya saja langsung membuangnya begitu saja tanpa dibuka. Ada orang yang membukanya tapi dia tidak suka lukisan dan dia datang ke pameran dengan menggerutu. Ada orang yang membukanya, dia tidak terlalu suka lukisan, namun karena menghormati si pengundang dia pun datang ke pameran dan melihat-lihat lukisan itu. Ada pula orang yang begitu mendapat undangan, dia senang karena dia suka lukisan, dan datang ke pameran melihat-lihat lukisan dengan atusias. Yang terakhir, ada orang yang sangat menyukai lukisan, begitu mendapat undangan, dia segera pergi dan melihat-lihat pameran, mengamat-amati lukisan dengan sungguh-sungguh, sampai ia tercenung dan hampir tidak ingat sekelilingnya.
Itulah lima tingkatan khusyuk dalam shalat. Termasuk yang manakah kita?