Horizon of Habibah

Where the sky meets the earth

Menu
  • About Me
  • Sample Page
  • Sample Page
  • Sitemap
Menu

Sumber Air Desa Karangwidoro (Part 2)

Posted on January 24, 2011 by umihabibah

Sebelum melanjutkan, ada baiknya baca dulu posting sebelumnya dan tentang Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA.

Setelah pengalaman ansos yang menarik pada semester 3 itu, kami sekelompok memutuskan untuk ‘mengeksplor’ lebih dalam tentang Desa Karangwidoro. Kebetulan, tugas mata kuliah Character Building 4 adalah membuat program pengabdian masyarakat. Kami yang merasa tergerak dengan kisah Pak Kades mengenai desa yang kekurangan air, memutuskan untuk membantu penduduk desa ini.

Pak Kades menceritakan tentang sumber air Desa Karangwidoro, yang letaknya nun jauh di perbukitan sekitar 10 km di arah barat desa. Sumber air tersebut berdekatan dengan sumber milik Desa Petungsewu dan Desa Selorejo (juga di Kecamatan Dau). Tentunya Pak Kades sudah meminta izin untuk menggunakan sumber air tersebut demi keperluan desanya.

Sumber air perlu dirawat dan dijaga, agar ketika musim kemarau pasokan air tetap lancar mengalir. Salah satu caranya adalah dengan menanam pohon di sekitar mata air. Menurut Pak Kades, jenis pohon yang baik ditanam adalah pohon sukun, karena akarnya mampu menyerap air dalam jumlah banyak. Mendengar itu pikiran saya pun melayang ke kebun belakang rumah nenek di Kediri. Tak dinyana, ternyata pohon berdaun menjari dengan buah bundar yang sering direbus/digoreng itu bisa melestarikan mata air! :-0

Kami sekelompok akhirnya sepakat untuk membeli 50 bibit sukun untuk ditanam bersama para warga desa di sekitar sumber air. Harga per bibit (yang masih kecil) Rp 10.000 per polybag. Pada Minggu, 2 Mei 2010 berangkatlah kami sekelompok (14 mahasiswa+1 dosen mentor), beberapa anggota Karang Taruna, dan Bapak Kepala Desa ke perbukitan Petungsewu.

Berkumpul di Universitas Ma Chung

Sampai di kaki bukit, kendaraan yang kami gunakan sudah tidak bisa dipakai alias kami harus JALAN KAKI *yaiyalah masa naek gunung pake Innova*

Sebelum naik bukit, bibit sukun dilepas dari polybag-nya agar mudah dibawa
Berbaris mendaki bukit...

Ternyata eh ternyata, jarak antara kaki bukit dengan mata air masih 4 km lagi! Kami harus mendaki tidak hanya satu, tapi DUA bukit yang dipisahkan oleh sebuah sungai. Belum seperempat perjalanan, sudah banyak yang KO alias minta turun, terutama cewek2. Sampai di sungai, kelompok kami yang bertahan hanya tinggal separuh saja. Sisanya pulang karena kelelahan. Jadilah, saya satu-satunya peserta cewek yang tersisa di rombongan itu. Maklum, biasa mbolang sih *berlagak adeknya Riyanni Djangkaru*

Istirahat sejenak di sungai

Seiring perjalanan, medan yang kami lalui semakin berat. Bukit ke-2 ini tampaknya cukup jarang dijamah manusia. Tanamannya lebih lebat dan jalan setapaknya banyak dihalangi tanaman liar. Di tanah yang kami pijak ada kalanya kami melihat tonjolan pipa paralon basah. Itu adalah pipa yang menyalurkan air dari mata air di puncak bukit hingga ke Desa Karangwidoro…kira2 14 km jaraknya, wow! Kata Pak Kades, masih mending kita naik bukit susah payah begini cuma bawa bibit sukun…saat saluran air itu dibangun 4 tahun yang lalu, para pekerjanya harus menggotong pipa, semen, dan material2 berat lainnya naik-turun bukit! *plokplokplok*

Pipa yang menyalurkan air dari mata air... ternyata ada yang bocor
Menggotong bibit sukun

Jujur, baru kali ini saya menjelajahi bukit selebat ini dengan air sungai sejernih ini. Rasanya seperti berada di hutan hujan tropis Borneo *lebay*. Tapi memang, di dalam hutan sinar matahari nyaris tak tampak karena tertutup oleh ‘kanopi’ pohon2 yang sangat besar. Kadangkala kami bisa mendengar gemericik air sungai kecil yang merupakan aliran dari mata air di puncak. Saking ‘geregetannya’ dengan stream alias sungai kecil itu, saya berhenti sejenak untuk merasakan segarnya air jernih itu di kulit. Dingin luar biasa.

Satu dari segelintir perbukitan hijau lebat yang masih tersisa di pulau Jawa
Pohon penjaga air...
Stream: sungai kecil jernih dilindungi oleh tetumbuhan

Akhirnya setelah perjalanan sekitar 2 jam, sampai juga kami di lokasi mata air. Mata air itu ternyata sudah dibuat menjadi semacam sumur. Kata Pak Kades, itu untuk melindugi airnya agar tidak tercemar oleh kotoran2 di bukit, misalnya lumpur/sampah/kotoran hewan. Di dalam sumur, air mengalir luar biasa jernih dan deras. Saya yang menyaksikannya hanya bisa mengucap syukur, ternyata Tuhan masih menyediakan air ini untuk warga desa yang merana karena kekeringan. Tak terbayangkan betapa beruntungnya menjadi penduduk Desa Karangwidoro nun jauh 14 kilometer di bawah sana, yang saat ini mungkin sedang minum atau mandi dari air jernih yang saya pandangi ini.

Mata air yang sudah di"sumur"kan

Di sana kami pun mulai ‘beraksi’ menanam bibit-bibit pohon sukun. Bibit seharga 10 ribu rupiah itu, ternyata bisa menjadi sangat berarti untuk kelangsungan hidup sebuah desa. Sepuluh atau dua puluh tahun lagi, pohon sukun ini akan tumbuh lebat dengan akar-akar kuat. Pohon itu tidak akan mati, dan akan terus tumbuh menjadi “penjaga” mata air dalam hutan lebat ini. Berapa banyak warga desa yang akan menikmati air bersih ini? Berapa generasi yang akan minum dari mata air ini? Langkah kecil kami ternyata bisa membantu masa depan manusia.

Satu langkah kecil untuk masa depan

Mungkin, kami adalah segelintir orang yang ‘beruntung’ masih bisa menyaksikan rahmat Tuhan berupa percikan air murni dari dasar bumiNya. Kami merasa salut kepada Pak Kepala Desa dan para warganya yang sangat peduli kepada kelangsungan ekosistem mata air. Mereka tidak menggunduli hutan dan justru menanami pohon di sekitarnya, karena sadar bahwa ketika hutan gundul mereka jugalah yang akan menderita. Ternyata, di pucuk bukit di pedalaman Kabupaten Malang ini, masih ada orang-orang yang peduli. Masih ada orang-orang yang berpikir panjang: bahwa air memang untuk masa depan. Masa depan anak cucu, masa depan sebuah desa, dan masa depan bumi seluruhnya.

Bersama warga desa para pelestari mata air...

Meskipun yang kami lakukan hanya sebuah langkah kecil, hanya untuk sebuah mata air kecil, tetapi kalau semua orang sadar dan melakukannya, tentunya tak perlu lagi ada penduduk yang kekurangan air bersih.

Masa depan bumi ada di tangan kita sendiri.

Tulisan ini diikutsertakan pada Kompetisi WEB Kompas MuDA & AQUA yang diselenggarakan oleh Kompas MuDA

Category: Competition, Indonesia, Ma Chung University

3 thoughts on “Sumber Air Desa Karangwidoro (Part 2)”

  1. Pingback: Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA | Horizon of Habibah
  2. Pingback: Kompetisi Web Kompas Muda & AQUA | Horizon of Habibah
  3. Nathaniel says:
    October 15, 2016 at 9:25 am

    This content is really interesting. I have bookmarked it.
    Do you allow guest posting on your page ? I can provide high quality articles for you.
    Let me know.

Comments are closed.

    • Business Management
    • Career
    • Competition
    • Family & Friends
    • Featured
    • God and Religion
    • Indonesia
    • Life's Diary
    • Ma Chung University
    • Progressive Believer
    • Random Thoughts
    • Renungan Ramadhan
    • Travel
    • Uncategorized
    • Works
    • June 2025
    • May 2025
    • April 2025
    • May 2024
    • April 2024
    • December 2023
    • November 2023
    • August 2023
    • July 2023
    • June 2023
    • April 2023
    • February 2023
    • January 2023
    • December 2022
    • March 2021
    • August 2020
    • December 2019
    • November 2019
    • September 2019
    • March 2019
    • December 2018
    • October 2018
    • September 2018
    • July 2018
    • May 2018
    • January 2018
    • August 2017
    • April 2016
    • January 2016
    • December 2015
    • November 2015
    • October 2015
    • September 2015
    • August 2015
    • June 2015
    • May 2015
    • April 2015
    • March 2015
    • February 2015
    • January 2015
    • December 2014
    • November 2014
    • September 2014
    • August 2014
    • July 2014
    • June 2014
    • May 2014
    • April 2014
    • March 2014
    • February 2014
    • January 2014
    • December 2013
    • November 2013
    • October 2013
    • September 2013
    • August 2013
    • July 2013
    • June 2013
    • May 2013
    • April 2013
    • January 2013
    • December 2012
    • November 2012
    • October 2012
    • September 2012
    • August 2012
    • July 2012
    • June 2012
    • May 2012
    • April 2012
    • March 2012
    • February 2012
    • January 2012
    • December 2011
    • November 2011
    • October 2011
    • August 2011
    • April 2011
    • February 2011
    • January 2011
    • December 2010
    • November 2010
    • October 2010
    • September 2010
    • August 2010
    • July 2010
    • June 2010
    • April 2010
    • March 2010
    • January 2010
    • October 2009
    • July 2009
    • June 2009
    • May 2009
    • April 2009
    • March 2009
    • February 2009
    • January 2009
    • December 2008
    • November 2008
    • October 2008
    • September 2008
    © 2025 Horizon of Habibah | Powered by Minimalist Blog WordPress Theme