Di saat kita sedang menjalankan ibadah puasa yang hanya setahun sekali, ternyata orang-orang miskin di Afrika tengah menjalani “puasa abadi”. Wilayah Afrika Timur (Tanduk Afrika) terutama Somalia, Ethiopia, dan Kenya mengalami kekeringan hebat sejak awal Juli 2011 yang berujung pada krisis pangan terparah dalam 60 tahun terakhir.
Opini di Kompas (2/8/2011) berjudul “Liberalisasi Kebablasan di Tanduk Afrika” dengan gamblang mengisahkan penyebab parahnya bencana kelaparan. Makanan sangat sulit didapat di pedesaan karena lahan pangan sudah diserahkan ke perushaan multinasional untuk ditanami pangan ekspor. Ini akibat pemerintah yang menggalakkan pasar liberal secara kebablasan. Para penduduk desa sampai harus berjalan jauh ke ibukota agar mendapat makanan. Sedihnya, banyak yang tidak kuat menahan lapar dan dahaga hingga mati di tengah perjalanan tersebut.
Di saat kebanyakan dari kita menjalankan ibadah puasa dengan setengah2, mengeluh, tak tahan lapar dan haus, ternyata kawan2 kita di Afrika sana mengalaminya sebagai bagian dari “rutinitas sehari2”. Kematian karena kelaparan adalah hal biasa. Padahal, kita hanya merasakan sepercik saja dari penderitaan mereka, tapi sudah mengeluh tak habis2nya.
Puasa melatih kepekaan kita kepada rakyat miskin. Puasa tidak hanya menampar perut, tapi juga menampar hati nurani kita untuk berhenti sejenak, menoleh, dan mengulurkan tangan pada orang-orang yang tertinggal di belakang kita. Seandainya ada yang bisa kita lakukan untuk hamba-hamba Tuhan yang kurang beruntung…