Indonesia memang negeri yang ironis. Negara yang mencantumkan agama dalam KTP, tapi kelakukan penduduknya sama sekali nggak agamis. Negara yang lengkap jenis agama dan kepercayaannya, tapi lengkap juga jenis kejahatan dan kriminalitas penduduknya. Di sisi lain, banyak negara sekuler yang moralitasnya jauh lebih baik. Nah lho, ngapain beragama coba?
Sebenarnya agama dibuat untuk membimbing manusia agar hidup lebih baik kan? Namun ada kalanya, manusia terjebak pada aspek “ritualitas” dari agama, tapi lupa memaknai “spiritualitas”nya. Padahal bukankah setiap ibadah ritual dalam agama itu ada maknanya? Every “what” has “why”, setiap perbuatan ada alasannya.
Rasanya penyebab ironisme Indonesia jelas: orang Indonesia beragama, tapi enggak mengaplikasikan agamanya dalam kehidupan sehari-hari. Agama cuma dipandang sebagai identitas sosial, alat identifikasi status dan golongan, rutinitas tanpa makna yang dilupakan hakikat serta tujuan sebenarnya. Cuma barisan ayat-ayat yang dipamer-pamerkan dan dibangga-banggakan, tapi tidak dilaksanakan.
Kalau para Nabi melihat umatnya sekarang seperti ini, pasti mereka sedih. Padahal maksud mereka mengajarkan agama pada pengikutnya adalah untuk memperbaiki hidup mereka, bukan malah memperburuk kehidupan dengan tindak amoral atas nama agama.
Agama bukan sekedar simbol, tapi jalan hidup. Jika memang ingin benar-benar hidup bahagia, ya terapkan saja nilai-nilai agamamu dalam kehidupan sehari-hari. Jangan hanya menjalankan ritual kosong, tapi melupakan makna spiritualitasnya. Bukankah kadar iman seseorang tercermin dalam tingkah lakunya?
1 thought on “Agama Aplikatif”