Kamu punya laki-laki idaman? Saya rasa setiap perempuan pasti memilikinya. Setiap perempuan pernah bermimpi, barangkali sedetik saja dalam hidupnya, dihampiri oleh seorang pangeran tampan berkuda putih yang membuatnya menjadi seorang putri. Bagi saya itu bukan dongeng yang klise, tapi naluri alamiah—hanya saja beberapa perempuan memilih untuk menepis dan menguburnya dalam-dalam.
Pangeran tampan berkuda putih itu, dalam benak para perempuan, bisa berbeda-beda wujudnya. Ada yang mengidamkan seorang pria kaya raya, pengusaha sukses, atau bahkan seorang kakek milyuner yang saat mati renta bakal mewariskan seluruh harta pada istrinya.
Ada juga yang menginginkan pria cerdas, ucapannya bernas, cerdik cendekia nan luas ilmunya. Atau mungkin seorang artis muda, coverboy ternama, tampan lagi penuh gaya. Bisa juga musisi idola, pandai memainkan nada dan menciptakan lagu cinta. Laki-laki idaman, menurut saya, hampir pasti mencerminkan watak perempuan yang mengidamkannya.
Sebagai perempuan, saya juga memiliki laki-laki idaman. Dalam mimpi saya, alangkah menyenangkannya bila bisa bertemu dengan seorang laki-laki arif nan bijak, yang mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan kehidupan yang kerap mampir di benak saya, yang tahu mengapa wajah dunia jadi seperti ini. Saya sangat mengagumi laki-laki bertipe pemimpin. Tahu apa yang harus dia lakukan dan mengapa dia harus melakukannya. Ketegasan dan kewibawaan lebih menunjukkan kejantanan daripada sekedar otot laksana baja.
Saya sering merasa tidak mampu mengontrol diri. Laki-laki bijak nan tegas, dalam benak saya, adalah kompas yang menunjukkan arah saat kamu tersesat, menjadi pelita di saat kamu terjebak dalam gelap. Dia adalah tempat di mana kamu bisa bersandar tanpa merasa takut, berpegang pada tangannya tanpa khawatir akan hilang arah. Dia adalah orang yang mengetahui jalan yang benar dan mengajakmu mengikutinya.
Dia adalah laki-laki idaman saya.
Tapi Tuhan sepertinya belum memberikan apa yang saya inginkan.
Sekitar dua tahun ini saya bersama seorang laki-laki. Dia laki-laki yang manis, baik hati, dan sangat mencintai saya. Meskipun, dia sama sekali bukan laki-laki idaman saya.
Dia tidak terlahir sebagai tipe pemimpin. Plin-plan, mudah bingung, dan mudah terpengaruh. Dia polos, easy going, dan tidak suka memikirkan hal-hal rumit. Jangankan menjawabnya, pertanyaan2 yang kerap muncul di benak saya mungkin belum pernah muncul di benaknya. Dia juga tidak tegas dan tidak berani mengambil risiko.
Entah mengapa hubungan kami bisa bertahan lama. Saya juga tidak tahu mengapa dulu tertarik padanya dan menerima pengakuan cintanya. Kadang-kadang saya sendiri merasa malu melihatnya. Sering dia bertingkah bodoh, bingung sendiri di saat seharusnya dia berani mengambil keputusan. Saya sangat tidak menyukai sikapnya yang mudah bingung, seperti tidak bisa dijadikan pegangan.
Tapi di balik semua itu, saya tahu dia laki-laki yang sangat tulus. Penuh kasih sayang. Kebaikan dan kelembutan hatinya luar biasa. Dia mampu memaafkan dan menyembuhkan luka tanpa perlu menyimpannya lama-lama. Dia adalah laki-laki yang meski menanggung beban yang sangat berat, mampu memikulnya dengan ketabahan. Kalau saya jadi dia, mungkin saya akan marah-marah dan meratap akan cobaan hidup yang saya terima. Tapi dia mampu untuk selalu tersenyum dan tertawa ceria, tidak mengeluh dan terus berusaha. Kesabarannya adalah kekuatannya.
Dia tidak mau mengecewakan orang yang dia sayangi; ayahnya, ibunya, adik-adiknya. Lebih sering dia mengalah dan berkorban agar tidak mengecewakan orang yang disayanginya. Hampir tidak pernah dia menyakiti orang lain dengan ucapan atau tindakannya. Kalaupun tak sengaja melakukannya, dia akan langsung meminta maaf sebesar-besarnya.
Sifatnya yang penyabar mampu meredam emosi saya yang gampang meledak. Sikapnya yang pengertian mampu melawan keegoisan saya. Kadang saya heran, bagaimana dia bisa tahan menghadapi sifat moody saya yang tidak karuan, perasaan yang labil dan naik turun.
Berkali-kali hubungan kami dilanda pasang surut. Hati saya masih penuh keraguan, apakah benar dia laki-laki yang tepat. Berulang kali saya menjauh karena takut terjebak bersama laki-laki yang tidak saya inginkan. Berulang kali pula dia menarik saya kembali dan meyakinkan saya untuk tetap berada di sisinya.
Saya tidak tahu apakah saya mencintainya. Mungkin ya, mungkin tidak. Tapi saya tahu bahwa saya tidak membencinya. Tidak mungkin bisa membenci laki-laki sebaik dia.
Barangkali benar… Tuhan tidak memberi apa yang kita inginkan, tetapi apa yang kita butuhkan.
-05 September 2011-
cerita, pengalaman sekaligus pelajaran berharga ttg arti sebuah harapan, mimpi, cita2 dan juga misteri Tuhan..
Like this 🙂
thanks 🙂