Kenapa Indonesia nggak maju-maju?
Percaya atau enggak, bisa jadi ini ada hubungannya dengan kualitas keimanan. Orang sekuler pasti berpendapat bahwa iman dan kemajuan suatu negara itu nggak ada korelasinya. Tengok saja Amerika Serikat dan Jepang. Di AS mayoritas penduduknya nggak punya agama, bahkan nggak percaya Tuhan. Orang Jepang percaya Dewa, tapi enggak lekat dengan tradisi agama tertentu kecuali agama nenek moyang. Nyatanya, kedua negara itu sukses jadi raksasa ekonomi dunia. Malahan negara2 dengan tradisi keagamaan yang kuat, seperti Timur Tengah, India, Kamboja, toh ya nggak maju-maju amat. Malah seolah-olah (dan ini yang sudah terlanjur mengakar di benak mayoritas penduduk dunia) agama itu menghambat kemajuan peradaban.
Sekarang saya bicara tentang Indonesia. Secara statistik 88,7% dari 240 juta penduduk Indonesia adalah Muslim. Lucunya, roda perekonomian Indonesia mayoritas digerakkan oleh pengusaha nonmuslim. Rasanya hidup 88,7% orang itu seperti ditopang oleh persentase orang yang nggak sampai 10%.
Makanya, kadang saya malu jadi Muslim Indonesia.
Kayaknya Muslim Indonesia cuma bisa ngurusin hal yang remeh temeh. Urusan menetapkan Lebaran aja ribut. Urusan presiden wanita juga ribut. Urusan foto pre-wedding dan naik ojek bukan muhrim juga ribut. Tapi mengentas kemiskinan enggak bisa, jadi juara Olimpiade enggak bisa, jadi atlet berprestasi enggak bisa. Apa Muslim yang baik itu kerjaannya cuma ngalor ngidul ke masjid, Yasinan tiap malam Jumat, menyembelih kurban yang dagingnya dimakan sendiri? Apakah itu yang diajarkan Al-Quran? Apakah itu yang dicontohkan Rasulullah?
Soal ini sebetulnya sudah pernah saya bahas di sini, di situ, dan di sana. Kita patut bersyukur karena punya tuntunan hidup yang sempurna. Kalau Anda Muslim, cobalah buka terjemahan Al-Quran dan baca isinya. Anda akan paham mengapa kita harus menjadikannya pedoman hidup. Semua tetek bengek urusan kehidupan manusia, mulai dari ritual ibadah, cara menikahi dan menceraikan pasangan, cara membagi warisan, tata cara jual beli, urusan catat mencatat utang dagang (Al-Baqarah ayat 282), semua itu diatur dalam Al-Quran!
Pedoman itu mestinya cukup untuk menjadikan urusan dunia akhirat kita tertata. Ironisnya, Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam malah jadi semrawut seperti ini. Ironisnya lagi, masih banyak pemuka2 agama Islam yang cuma bisa koar-koar tentang ayat2 Al-Quran tapi enggak menjalankannya, malah korupsi dan berzina. Artinya, mereka beragama tapi enggak beriman kan?
Di sinilah kualitas keimanan menjadi penting. Orang yang sungguh2 beriman, akan berupaya untuk terus meng-upgrade imannya supaya tercapai kebahagiaan dunia akhirat. Islam artinya berserah diri. Ketika kamu menyerahkan dirimu sepenuhnya pada Tuhan, maka secara otomatis kamu pun akan menghormati makhlukNya, ya kan? Ketika kamu benar-benar mencintai Tuhan, maka secara otomatis kamu akan berusaha merasakan tanda-tanda kebesaranNya, mencari dan meneliti rahasia2 alam yang Dia ciptakan.
Negara2 sekuler seperti AS dan Jepang berhasil maju tanpa iman, karena mereka mengambil nilai2 universal dari agama mereka meski membuang tradisi ritualnya. Tetapi tetap saja kemajuan mereka itu kosong, kan? Berapa banyak konglomerat Jepang yang bunuh diri karena mengalami kekosongan spiritualitas? Berapa banyak selebritis AS yang kecanduan obat-obatan terlarang, bahkan tergeletak mati karena overdosis? Kadangkala kemajuan dan kesuksesan tidak lebih dari gelas mewah bertatah permata yang tidak ada isinya. Kamu tertarik meraihnya tetapi ketika mendapatkannya, ternyata tak ada air yang bisa diminum untuk melegakan tenggorokanmu.
Itulah risiko sekularisme. Padahal, dengan mengimani dan menjalankan sepenuhnya agamamu, sebetulnya kamu sudah memperoleh keuntungan dunia akhirat. Kamu akan hidup sukses sekaligus bahagia. Sudah saatnya kita menjadi orang-orang beriman yang berpikiran maju lagi sejahtera.
1 thought on “Progressive Believer, Sukses Dunia Akhirat”