Kediri, kota kecil dengan sejarah yang panjang. Di balik tembok-tembok mall yang mulai berlomba dibangun, tersimpan selarik kisah tentang nenek moyang. Inilah kota di mana ayah-ibuku lahir dan leluhur2ku dimakamkan, kota yang selalu harus kukunjungi minimal setahun sekali.
Mudik kali ini, kubawa oleh-oleh sedikit di sini. Bukan, bukan tahu kuning atau getuk pisang, Kawan. Hanya beberapa baris saja, kisah yang akan kuceritakan tentang Kediri. Barangkali, suatu waktu, ada keinginan untuk berkunjung ke tempat ini.
Gudang Garam
Gudang Garam mengubah wajah Kediri, seperti halnya Djarum mengubah wajah Kudus. Kota kecil yang perekonomiannya bergantung pada pabrik rokok raksasa. Selain menyerap tenaga kerja (buruh) warga Kediri, Gudang Garam pastinya juga memberikan pendapatan cukai yang gila-gilaan kepada Pemkot Kediri, termasuk  menyumbang proyek2 pemerintah, seperti membangun jembatan dll. Tak heran kalau hampir di setiap sudut Kota Kediri, reklame atau “tumpangan” iklan GG banyak bertebaran.
Kali Brantas
Kali Brantas adalah sungai terbesar (baca: terlebar) di Pulau Jawa, dan terpanjang di Jawa Timur. Meskipun di Malang dan beberapa kota lain ada Kali Brantas juga, tapi Brantas memang terlihat paling bagus di Kediri. Sungainya lebar dengan pepohonan di tepian, dan pulau2 kecil ditengahnya. Di beberapa spot yang dinamakan “Tambangan”. kita juga bisa menyeberangi sungai dengan perahu kayu yang digantungkan pada tali tambang.
Kali Brantas Kediri juga ada sejarahnya. Menurut cerita ibuku, saat zaman pembantaian PKI 1965, mayat2 mereka dibuang ke Brantas. Sampai beberapa tahun kemudian, saat mbah kakungku memancing ikan di Kali Brantas, ternyata masih ditemukan potongan jari manusia di dalam perut ikan itu…
Pabrik Gula Meritjan
PG Meritjan adalah salah satu dari 11 pabrik gula warisan Belanda yang ada di Jawa Timur. Lokasinya dekat jembatan lawas Brantas Jong Biru. Bangunannya masih kuno, bahkan mesin2nya pun konon masih peninggalan tahun1800an. Di depannya, jalur2 rel kereta tebu (lori) tampak saling tumpang tindih. Zaman ibuku kecil, lori ini juga melintas di depan rumah nenekku untuk mengangkut tebu dari petani Gampeng. Kadangkala anak2 yang lewat “menilep” satu batang tebu untuk disesap bersama. Sayangnya, rel lori persis di depan rumah nenekku sudah tak ada lagi sekarang.
Buatku, tempat ini adalah tempat kenangan masa kecil. Dulu saat masih tinggal di Bogor, setiap mudik Lebaran kami pulang naik bis malam Lorena dan turun di depan PG Meritjan sekitar jam 6 pagi. Jalanan masih sepi dan udara masih segar. Aku, ibuku, dan adikku naik becak melintasi jembatan lawas di atas Kali Brantas sampai ke rumah nenekku. Rasanya sangat nostalgia…
Nah, itu saja secuplik kisah tentang Kediri yang kubawa kali ini. Mungkin nanti, lain kali, akan ada cerita baru lagi dari tanah nenek moyang…
Wao lm gak plg kok tmbh bnyak bngunan bru
ya..sekarang nambah lagi ada Kediri Town Square
wah, padahal aku asli kediri, tapi gak pernah ngereview sampai segini lengkapnya.
Salam satu jiwa, eh.. 🙂
ealah..ada gebetannya mas arlingga nih…*uhuk
Wah jd kangen liad sungai brantas sepulang PKL dari PG Meritjan
kali brantas emang ngangenin..!
dan saya juga sering lewat sini.. he
😀