Hidupmu itu bagaikan sebuah perahu kertas. Mengalir mengikuti arus sungai bernama waktu. Tempat di mana kamu ada sekarang adalah sebuah persinggahan. Kamu akan terus singgah dari satu tempat ke tempat lainnya. Kamu akan terus berlayar mengarungi sungai, terus ke samudera, hingga berhenti di pelabuhan terakhirmu.
Kadangkala kamu ingin singgah di suatu tempat, tapi arus sungai membawamu ke tempat yang berbeda. Kalau memang kamu harus singgah di sana, ya nikmati saja. Kamu bisa mengisi perbekalanmu, memperbaiki perahumu, sembari bersiap untuk singgah di pelabuhan selanjutnya. Kalau memang arus sungai terlalu kuat, dan dayungmu tak cukup tenaga untuk melawannya, ya sudah ikuti saja. Biarkan Tuhan yang memegang kendali perahu kertasmu, biarkan Dia yang menahkodai hidupmu. Kadangkala kita tidak lebih tahu badai apa yang menanti di depan sana jika kita memaksakan diri untuk terus melaju.
Ada saatnya berlayar, ada saatnya bersandar. Ada saatnya mengikuti arus, ada saatnya melawan arus. Semua adalah seni yang harus dinikmati. Ke mana perahu kertas ini akan membawamu berlabuh…kamu tidak akan pernah tahu. Biar Tuhan saja yang menjadi nahkodanya…
nahkoda mmg mengarahkan setiap perahu…
tp ttp awak kapal yg memutuskan akan ikut perahu yg berlayar ke arah mana,hehe
bukan awak kapal yuk…kita ini penumpang yang memutuskan mau ikut kapal yang mana. gitu kali ya maksudmu?
nice one, but sometimes we need to face the truth that Our commander is doing some “rerouting” in our small boat calls life changing…:)
very true…! and we have to accept that…