Beberapa hari lalu saya membaca tulisan Alanda Kariza dengan judul yang cukup menggelitik: “Bagaimana rasanya sukses di usia muda – lalu sekarang sudah tidak sukses lagi?” Secara gamblang dia menceritakan keresahannya sebagai ibu beranak satu yang merasa tidak lagi relevan, tidak lagi signifikan di masyarakat. Padahal dulunya dia adalah pemudi berpestasi sejak usia remaja hingga awal 20-an tahun.
Somehow saya paham sekali apa yang dia rasakan. Dan saya yakin banyak ibu-ibu lain mengalaminya juga. Kadangkala gerak langkah perempuan terbatasi–atau tanpa sadar kita batasi sendiri–begitu kita menikah dan memiliki anak. Tidak hanya ibu2, bapak2 mungkin mengalaminya juga. Ketika sudah berkeluarga, otomatis prioritas kita bergeser ke manusia2 inti dalam hidup kita. “Menyelamatkan dunia” tidak lagi menjadi tujuan utama. Segala ambisi dan mimpi semasa muda, berasa luluh oleh keinginan sederhana untuk berkumpul bersama orang terkasih. Sebuah kenyataan yang sangat manusiawi…
Tapi percaya atau tidak, passion itu akan selalu ada. Nyala api-nya tidak akan padam. Mungkin hanya menjadi bara dalam sekam, tapi begitu ada angin yang cukup kuat berhembus…ia akan kembali berpijar. Berkobar penuh, bahkan mungkin lebih terang daripada sebelumnya.
Ketika saat itu terjadi, maka jangan biarkan ia mati. Tidak setiap saat kita diberkahi dengan energi menggebu-gebu untuk berkontribusi. Dan semangat ini, bisa datang kapan saja, di usia berapa saja. Bahkan ketika kita merasa sudah waktunya “settled down” dan hidup seadanya tanpa mengambil risiko luar biasa. Selagi kita masih memiliki fisik yang kuat, support system yang hebat, selagi risiko2 itu masih bisa ditanggung secara rasional… Maka janganlah kita menyia-nyiakan kesempatan. Maju dan bersinar… menjadi terang bagi sekitar.
Sesungguhnya tidak ada kata terlambat untuk belajar. Manusia hidup bisa sampai 80 tahun, dan untuk menjadi expert di bidang tertentu kita hanya butuh waktu 10 tahun (Mark Manson). Artinya dalam usia produktif kita punya kesempatan untuk belajar berbagai macam hal baru dan menjadi ahli di lebih dari satu bidang. Banyak kisah para late bloomers, orang2 yang baru “pecah telor” menuai kesuksesan di usia yang tak lagi muda. Harrison Ford, si aktor legendaris adalah salah satunya. Sampai usia awal 30-an dia hanyalah seorang tukang kayu. Setelah usia 35, barulah ia mendapatkan peran besar sebagai Han Solo di Star Wars sampai akhirnya menjadi legenda seperti sekarang…
Buat para ibu khususnya, mewujudkannya tentu tidak semudah ucapan. Sejak hamil dan melahirkan, pasti banyak sekali insecurities yang kita alami… Baik secara fisik maupun mental. Bentuk tubuh yang tidak sebagus saat masih gadis, hormon yang berubah, citra diri yang mungkin membuat kita tidak lagi sebebas dan seagresif dulu. Namun sisi baiknya, kita telah mengalami banyak fase pendewasaan. Kita tidak lagi memandang kehidupan dengan cara se-naif dulu, dan kita sadar bukanlah pusat alam semesta. Maka saat diberkahi dengan semangat berkontribusi, ini bukan lagi soal diri sendiri. Namun sebuah perwujudan aktualisasi memberi manfaat bagi kehidupan yang lebih luas lagi…
Jadi enggak perlu berkecil hati jika kamu merasa sudah tua tetapi belum sukses, atau tidak sesukses saat masih muda. Pembelajaran dan perjuangan itu prosesnya seumur hidup… Tidak ada yang membatasi hingga nafas berhenti. Tua atau muda hanya sekadar angka. Nyalakan semangatmu dan teruslah berkarya…! 🙂